Tentang Umat Islam yang Pecah Jadi 73 Golongan

Tentang Umat Islam yang Pecah Jadi 73 Golongan – Dalam sebuah hadisnya, Nabi Muhammad SAW pernah memprediksi bahwa umatnya akan terpecah menjadi 73 golongan. Saat hadis tersebut muncul, adakah latar belakang sejarah yang mengiringinya? Misalnya, sebelum beliau wafat, Nabi sudah melihat bibit-bibit perpecahan di kaum muslim. Perpecahan apa yang dimaksud Nabi dalam hal ini? Apakah perihal ideologi atau sudah menyangkut akidah? Mohon pencerahannya, Ustaz.
Rasyid
Jawab:

Assalamu alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh,

Hadis yang Anda tanyakan itu memang populer di hampir semua lapis umat. Bahkan tiap kalangan umat telah menghafal betul hadis ini, malah sebagiannya telah menjadikan hadis ini sebagai ‘senjata andalan’ untuk menguatkan hujjah bahwa kelompoknya adalah yang selamat, sedangkan kelompok yang lain dianggap termasuk yang tidak akan selamat.

Hadis nabi yang menceritakan bahwa umat beliau akan terpecah menjadi 73 golongan lumayan banyak versinya. Namun semuanya seakan seragam tentang terjadinya perpecahan dalam tubuh umat Islam.

Di antara versi-versi hadis itu adalah:

Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Yahudi terpecah menjadi 71 atau 72 golongan, Nasrani terpecah menjadi 71 atau 72 golongan. Dan umatku terpecah menjadi 73 golongan. (HR Abu Daud, Tirmizi, Ibnu Majah, Ibu Hibban dan Al-Hakim)

Selain hadis ini, juga ada hadis lainnya yang senada, misalnya yang berikut ini.

Sesungguhnya Bani Israil terpecah menjadi 72 millah (agama), sementara umatku berpecah menjadi 73 millah (agama). Semuanya di dalam neraka, kecuali satu millah.” Sahabat bertanya, “Millah apa itu?” Beliau menjawab, “Yang aku berada di atasnya dan juga para shahabatku.” (HR At-Tirimizi, Abu Daud, Ibnu Majah, Al-Baihaqi dan Al-Hakim)

Kedudukan hadits dari segi sanad
Sebenarnya kami tidak berada dalam kapasitas sebagai muhaddits yang tahu seluk beluk tiap hadis. Apa yang kami sampaikan hanyalah kutipan dari para muhaddits yang telah melakukan penelitian panjang terhadap kedudukan hadis ini. Maka apa yang kami sampaikan bukan semata pandangan kami, melainkan pandangan orang lain.

Hadis pertama
Hadits pertama oleh Al-Imam At-Tirmizi disebut sebagai hadis hasan sahih. Penyebutan hasan sahih adalah khas beliau seorang, muhaddits lain tidak ada yang menggunakannya. Umumnya muhaddits hanya menggunakan istilah sahih saja atau hasan saja.

Para ulama hadis berikutnya kemudian menjelaskan bahwa apabila Al-Imam At-Tirmizi menyebut istilah hasan sahih, maka ada dua kemungkinan. Pertama, hadis itu punya 2 sanad. Sanad pertama hasan dan sanad kedua sahih. Kedua, hadis itu punya 1 sanad saja, oleh sebagian ulama dikatakan hasan dan oleh ulama lain disebut sahih. (Lihat kitab Taisir Musthalah Hadits oleh Mahmud Thahhan halaman 47).

Al-Hafidz Ibnu Hajar termasuk orang yang menghasankan hadis ini. Dan Al-Imam Ibu Taimiyah bahkan mengatakannya sahih, karena banyaknya jalur periwayatannya. Namun sebagian muhadditsin lainnya nampak kurang sepakat dengan At-Tirmizi dalam mensahihkan hadis ini. Titik masalahnya ada pada salah satu perawi yang bernama Muhammad bin Amru bin Alqamah bin Waqqash Al-Laitsi. Tarjamah (rekam jejam) perawi ini di dalam kitab rijalul hadis seperti Tahzibul Kamal oleh Al-Mazi dan Tahzibut Tahzib oleh Ibnu Hajardisebutkan sebagai rajulun mutakallam alaihi min qibali hifdzhihi, orang yang masih diperdebatkan dalam hafalannya.

Memang benar bahwa Al-Hakim mensahihkan hadis ini atas syarat dari Imam Muslim. Karena Imam Muslim menjadikannya hujjah. Namun pensahihan Al-Hakim dikritisi dengan argumentasi bahwa Imam Muslim mensahihkan Muhammad bin Amru dengan kesertaaan perawi lainnya. Bukan kalau dia sendirian. Oleh karena itu Az-Zahabi menolak periwayatan lewat Muhammad bin Amru kalau dia sendirian meriwayatkan hadits itu.

Ibnu Hazm mengomentasi hadis tentang perpecahan umat Islam menjadi 73 golongan sebagai hadis yang tidak sahih dari segi sanad-nya.

Hadis kedua
Hadits kedua, menurut para muhadditsin dikatakan sebagai berikut:

• Al-Imam At-Tirmizi mengatakannya sebagai hadis hasan.
• Al-Hakim mengatakan bahwa hadis kedua dapat dijadikan hujjah. Maksudnya dapat dijadikan dasar argumentasi secara ilmiah.
• Al-Imam Zainuddin Al-Iraqi (w. 809 H) dan Al-Imam Jalaluddin Assuyuthi mengatakan bahwa hadis kedua ini termasuk hadis mutawatir, yang pada setiap jenjangnya terdapat minimal 10 orang perawi.
• Al-Ajluni menuliskan hadis kedua ini dalam kitabnya, Kasyful Khafa’ wa Muilul Ilbas. Kitab ini merupakan kitab yang berisi hadis yang populer di tengah masyarakat.

Kalau kita perhatikan, antara hadis pertama dan kedua, ada sedikit perbedaan, yaitu pada hadis pertama tidak terdapatkan tambahan, “Semuanya di neraka kecuali satu golongan, aku dan sahabatku.”

Kalimat terakhir ini oleh sebagian ulama juga dijadikan polemik. Sebab yang agak sensitif memang bagian yang ini. Sedangkan adanya perpecahan di kalangan umat, barangkali dianggap sesuatu yang tidak bisa dipungkiri. Tapi kalau sampai dikatakan bahwa semuanya masuk neraka kecuali satu kelompok saja, maka di situlah titik pangkal fitnah.

Sebab tiap kelompok akan merasa dirinya saja yang paling benar. Sedangkan kelompok lain akan dianggapnya sesat, bid’ah, dan calon penghuni neraka. Berapa banyak jatuh korban di mana umat Islam saling menuduh saudaranya sebagai kelompok sesat, bahkan sampai saling mengkafirkan.

Para tokoh salafi akan merasa bahwa hanya salafi saja yang masuk surga, sementara yang tidak ikut salafi, boleh jadi dianggap akan masuk neraka. Tentu saja kelompok yang dituduh demikian akan balas menyudutkan salafi dengan tuduhan sebaliknya, yaitu sebagai kelompok sesat yang akan masuk neraka.

Dan semua kelompok akan memainkan hadis ini seperti kartu As untuk saling menelikung, saling jegal, saling menjatuhkan, dan saling mengumbar kejelekan saudaranya. Lalu mengklaim bahwa surga itu hanya diisi oleh pengikut setianya saja. Naudzu billahi min zalik.

Padahal tambahan hadis ini sebenarnya masih bermasalah dari segi kesahihannya. Misalnya komentar Ibnu Hazm yang dengan tegas mengatakan bahwa tambahan kalimat itu adalah hadis palsu. Bukan bagian dari sabda Rasulullah SAW.

Demikian juga dengan Imam Asy-Syaukani ketika mengutip pandangan Ibnu Katsir, bahwa tambahan kalimat, “Semuanya di neraka kecuali satu kelompok” telah di-dhaif-kan oleh banyak ulama muhadditsin.

Terakhir, Dr Yusuf Al-Qardawi ketika mengomentari masalah perpecahan 73 golongan ini mengatakan bahwa seandainya tambahan kalimat ini memang sahih, tidak ada ketetapan bahwa perpecahan itu harus terus menerus terjadi selama-lamanya, seolah sebagai kutukan buat umat Islam. Beliau berpendapat bahwa mungkin saja untuk satu kurun tertentu umat Islam pernah berpecah menjadi 73 golongan dan semuanya sesat, kecuali satu golongan. Namun hadis itu tidak bisa ditafsirkan bahwa keadaan itu akan terus menerus terjadi selamanya.

Tidak tertutup kemungkinan pernah ada golongan-golongan atau sempalan yang sesat dan masuk neraka. Sebagaimana tidak tertutup kemungkinan bahwa golongan itu sudah selesai riwayatnya sekarang ini. Sehingga pintu untuk saling mengkafirkan sesama umat Islam seharusya sudah kita tutup rapat. Bukan waktunya lagi kita saling mencari titik-titik lemah sesama umat Islam, lalu dengan bekal titik lemah itu, kita saling menghujat dan memvonis saudara kita sebagai penghuni neraka.

Kalau pun ada benar dari umat Islam yang sesat karena menyempal dan masuk neraka, maka hadis itu pun juga tidak memastikan bahwa yang masuk neraka itu akan kekal selamanya di dalam neraka. Sebab hadis itu tetap menyebut mereka sebagai ‘umatku’. Artinya, Rasulullah SAW tetap menganggap mereka bagian dari umatnya dan agamanya tetap Islam. Tidak divonis oleh hadis itu sebagai orang kafir yang kekal di dalam neraka.

Semoga Allah SWT melunakkan hati saudara-saudara kita dan bisa menerima kekurangan sesama saudaranya. Amien.

Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc
Sumber: https://id.berita.yahoo.com/tentang-umat-islam-yang-pecah-jadi-73-golongan-083310964.html
Our customer support team is here to answer your questions. Ask us anything!